Menerima Apa Adanya

mipuside
2 min readJul 16, 2021

--

Kalau ada orang bilang, dia akan nerima apa adanya diri kita, baik-buruk kita, lebih-kurang kita, masa lalu-masa sekarang kita, kamu percaya? Atau…kira-kira sebetulnya ada nggak sih yang akan melakukan itu dengan sepenuhnya?

20 tahun — ya tahun ini aku ada di umur dua puluh tahunku. Umur yang katanya orang-orang gerbang kedewasaan (?) makanya ketika ada orang yang merayakan hari lahirnya di tahun ke-dua puluh akan mendapat titipan pesan: selamat menghadapi kerja semesta yang sebenarnya. Berat sekali pasti..

Tapi, kita nggak akan bahas soal ulang tahun, belum akan bahas juga tentang kedewasaan. Sesuai judul tulisan kali ini, kita akan bahas soal menerima apa adanya.

Sebetulnya apa sih makna dari menerima apa adanya? Apakah artinya kita harus bisa menerima semua yang memang sudah ada dan terjadi pada diri seseorang secara cuma-cuma? Ataukah, memang ada hal-hal tertentu lainnya yang sebetulnya bukan ranah dari proses menerima apa adanya?

Menurutku, sikap dan perasaan menerima adanya, ini bisa dilakukan pada kondisi-kondisi yang memang tidak bisa diubah. Semisal, bentuk fisik, hal-hal yang telah terjadi di waktu sebelumnya, dan lain sebagainya. Yang pokoknya, itu berada di luar kendali kita. Nah, sayangnya, tanpa sadar kita sering nemuin orang yang menuntut penerimaan secara apa adanya karena sifat/sikap yang cenderung kurang baik dari mereka.

Ya aku kan orangnya dari dulu emang kalo ngomong suka ceplas-ceplos gini, katanya kamu nerima aku apa adanya!

Duh, Gusti. Contoh di atas kalau dilakukan oleh orang di sekitar kita, pasti kita yang denger juga kesel sendiri dan rasanya nyebelin banget kan? Nah, hal yang serupa itu sebetulnya bisa diperbaiki pelan-pelan, asal ada kemauan dan kesabaran. Dan itu, menurutku nggak bisa dijadiin patokan seseorang bisa menerima apa adanya atau nggak.

Beda ceritanya kalau itu dikaitkan sama perihal yang tidak bisa dirubah tadi, misalnya fisik. Hidung kita kalau udah dari lahirnya pesek ya mau gimana, atau badan kita yang tingginya standar-standar aja terus mau gimana, itu baru bisa bilang, ‘aku nerima kamu apa adanya kamu’.

Jadi, sayang banget kalau ada yang udah bilang nerima apa adanya, tapi masih sering nuntut orang lain buat jadi lebih sesuai ekspektasi dirinya.

Gimana? Rasanya menerima apa adanya itu jadi bukan hal yang terlihat mudah dan biasa aja kan? Justru sebaliknya, orang-orang yang bisa menerima apa adanya dirinya sendiri dan orang lain itu jadi terlihat sesuatu yang hebat dan langka. Sebab, ada perasaan ikhlas secara utuh yang perlu ia lakukan.

Karena hal ini juga, yang akhirnya bikin aku berpikir sampai saat ini, adakah orang tersebut hadir di hidupku? Apakah aku sudah bisa melakukan itu terhadap orang-orang di sekitarku? Saling menerima apapun yang sudah tidak bisa dirubah dari diri kita masing-masing? Dengan perasaan ikhlas yang benar-benar utuh?

Maka tak jadi heran, ketika setelah baca ini, sebagian dari kita mulai berfikir kalau: ternyata cuma Allah yang bisa nerima apa adanya diri kita :)

--

--

mipuside

Seorang perempuan yang senang memaknai setiap perjalanannya.